Lembah Harau Seperti Mulai Kehilangan Identitas

Banyaknya pembangunan di Lembah Harau bisa menimbulkan dampak positif dan negatif. Pro dan kontra akan dilihat dari sisi ekonomi, lingkungan & budaya.

bridal veil fall, new zealand, hd wallpaper-52449.jpg

Apa Itu Lembah Harau ?

Lembah Harau merupakan salah satu tempat wisata alam yang sangat populer di Sumatera Barat, Indonesia. Lokasi tepatnya ada di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Terletak sekitar 200 kilometer dari arah Pekanbaru. Tapi walaupun jauh, Lembah Harau merupakan lokasi wisata pertama di SUMBAR yang paling mudah diakses oleh warga Pekanbaru yang ingin healing. Akses yang mudah dan dekat dari jalan utama membuat para wisatawan dari Pekanbaru dan dari daerah lain membuatnya semakin populer. Terutama setelah adanya pelebaran jalan di tahun 2018 dulu.

Lembah ini menawarkan pemandangan alam yang memukau dengan tebing-tebing curam, air terjun cantik, dan hamparan sawah hijau. Kawasan Lembah Harau juga dikenal sebagai surganya para pecinta hiking dan rock climbing karena topografinya yang menantang.

Pemandangan Tebing dan Sawah di Lembah Harau Dulu
Pemandangan sawah di Lembah Harau (dulu)

Tapi, foto-foto yang kamu lihat diatas adalah diwaktu dulu, ketika pembangunan di Lembah Harau belum semarak yang ada sekarang. Kita masih bisa melihat banyaknya sawah yang hijau di sepanjang jalan.

Mulai maraknya pembangunan

Di tahun 2015 keatas, di zaman sosial media seperti Instagram, Facebook, Path, dan Twitter mulai merajalela, Lembah Harau kebanjiran pengunjung. Sebelum era itu, Lembah Harau memang ramai, tapi hanya di hari-hari libur besar, di akhir pekan biasanya tidak seramai itu. Sekarang lembah harau selalu ramai, bahkan di hari kerja (Senin-Jumat). Di hari libur nasional ? jangan ditanya. Terlebih setelah pembangunan Kampung Eropa yang menarik banyak wisatawan.

Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Lembah Harau ini, membuat masyarakat di sekitar tentunya ingin memanfaatkan momen ini sebagai bisnis baru, yaitu dengan membuat bisnis penginapan/homestay, yang menurut saya pribadi hal ini bagus dalam sisi ekonomi karena sangat membantu masyarakat untuk menambah penghasilan.

Seringkali, di hari-hari libur nasional, wisatawan yang datang ke Lembah Harau tidak mendapatkan kamar sama sekali, karena sudah penuh di-booking oleh wisatawan lain. Bahkan banyak yang menggedor rumah warga sekedar menanyakan apakah mereka diperbolehkan menginap sementara di rumah warga atau tidak.

Hal ini menunjukkan demand atau permintaan yang besar terhadap penginapan di Lembah Harau ini. Dan tentunya bisa menjadi penghasilan tambahan yang menjanjikan. Sehingga membuat masyarakat dan pebisnis berlomba-lomba memanfaatkan kesempatan ini dengan membangun penginapan/homestay.

Ya, saya menyebut pebisnis, karena nyatanya bukan hanya masyarakat Lembah Harau asli yang menjalankan bisnis ini. Banyak masyarakat yang sudah menjual tanahnya kepada pebisnis dari luar daerah untuk mendapatkan uang dengan cepat.

Akhirnya, pemandangan kiri kanan yang sebelumnya penuh dengan sawah, sekarang dipenuhi dengan bangunan. Sekarang, di Lembah Harau sudah ada Hotel, “Theme Park”, Kafe, dan penginapan. Apakah ini baik atau buruk ? mari kita coba pandang dari berbagai sisi.

Pro dan Kontra

Saya ingin melihat arah perubahan Lembah Harau ini dari 2 sisi, yaitu Ekonomi dan Lingkungan & Budaya.

Ekonomi

Sebelum maraknya pembangunan di daerah wisata ini, banyak sawah yang terbentang di kiri kanan jalan raya. Jika kita melihat data seperti yang disampaikan pada artikel berikut , keuntungan petani padi dalam sekali panen itu berkisar Rp. 3.300.000 hingga Rp 5.000.000 per Hektar, dan itupun dalam waktu kurang lebih 6 bulan. Dan itu berarti penghasilan petani maksimal berada di angka kira kira 30 ribu per hari.

Selanjutnya, dibandingkan dengan penghasilan dari sewa penginapan, mereka bisa mendapatkan sekitar Rp. 350.000 per kamar. Mari lakukan hitungan kasar, jika dalam sebulan satu kamar terisi sebanyak 4 malam saja, maka pendapatan kotornya yaitu sebanyak Rp. 1.400.000 per bulan. Jika dikalikan sebanyak 6 bulan, maka penghasilan kotornya yaitu Rp 8.400.000. Jika dikurangi dengan biaya laundry dsb, dengan anggapan biaya tersebut adalah 30% dari total keuntungan, maka pendapatan bersihnya adalah di sekitar angka 5 Juta rupiah.

Perbedaannya jauh. Dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Jika bertani, tentunya harus berpanas-panasan untuk menanam benih, menyiangi, dan memanen. Belum lagi petani harus menghadapi hama, dan terancam gagal panen. Sementara, mengelola penginapan tidak akan seberat itu.

Jadi otomatis masyarakat akan melihat ini sebagai jalan yang lebih enak untuk ditempuh.

Selain itu, dengan banyaknya wisatawan yang datang dan menginap, otomatis aktivitas ekonomi yang lain akan ikut naik. Seperti jual beli makanan, snack, sarapan dan lain-lain. Tentu ini sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Lingkungan & Budaya

Bicara dari sisi lingkungan, tentunya pembangunan yang marak ini akan memberikan nilai negatif. Banyaknya sawah-sawah, rawa, dan hutan yang dialihfungsikan menjadi bangunan, akan memberikan dampak terhadap ekosistem yang sudah ada.

Ironinya, Lembah Harau adalah objek wisata yang mengutamakan keindahan alamnya, sedangkan saat ini alamnya itu sendiri tidak lagi dijaga. Dulu, di kiri dan kanan jalan, kita bisa menikmati sawah-sawah yang membentang luas, beserta burung bangau yang mencari makan di sawah tersebut. Begitu indah.

Sekarang, pemandangan sawah itu sudah mulai sulit untuk didapat, karena sudah perlahan digantikan oleh bangunan-bangunan yang semakin banyak.

Selain itu, arsitektur yang digunakan tidak terlihat mencerminkan budaya dari masyarakat Minang itu sendiri. Kebanyakan, bangunan baru yang dibangun lebih bersifat modern. Bahkan dengan adanya kampung Eropa, dan theme park yang seolah-olah ingin meniru suasana luar negeri, seperti mempertegas bahwa tidak adanya kesadaran untuk menjunjung budaya dan identitas sendiri.

Peran Pemerintah

Pemerintah harusnya mulai bergerak bagaimana caranya untuk mengatasi hal ini. Perlunya sosialisasi yang intensif kepada masyarakat atas perlunya memperhatikan lingkungan dalam pembangunan, dan juga perlunya menerbitkan peraturan-peraturan yang tegas untuk menangani berkurangnya lahan hijau di daerah wisata.

Tanpa adanya pergerakan dari pemerintah, rasanya masyarakat tidak akan kunjung sadar, atau pemerintah daerahnya sendiri tidak sadar akan pentingnya menjaga kelestarian wisata ini?

Peran Masyarakat

Selanjutnya, masyarakat harus mulai menyadari pentingnya menjaga lingkungannya sendiri. Karena hidup mereka bergantung pada keindahan alam, sedangkan yang terjadi saat ini, alam mereka terus mengalami kerusakan yang masif.

Selalu sediakan lahan hijau di sekitar bangunan yang akan dibuat, dengan begitu, pembangunan tetap berjalan, dan kerusakan lingkungan dapat diantisipasi atau dikurangi.

One thought on “Lembah Harau Seperti Mulai Kehilangan Identitas”

  1. Bener banget…
    Dibesarkan di lingkungan ini jadi sayang bgt sbnrnya. Cuma bs nikmati view dr sarilamak menuju tarantang yg masih bebas bangunan2.
    Yg di lembah Harau nya.. View Gunung2 nya udh ketutup bangunan.
    🥲🥲🥲🥲

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *